"Apakah akan kupaksa tangan ini menorehkan larat-larat aksara,
sedang hati dan pikiran tak menginginkannnya?

Jika demikian, apa bedanya diriku dengan mesin pencetak yang tak punya hati tak punya kehendak?"

Selasa, 03 Agustus 2010

.:: cinta yang memerdekakan

"memilih hidup dalam cinta adalah sebuah pilihan untuk masuk dalam ring pertaruhan karena hidup menuntut pertaruhan. pertaruhan dengan apa? pertaruhan mengukuhkan imajinasi: apakah imajiansi itu mengayakan ruhani atau mengenyahkan ruhani."
-- muhidin m. dahlan











kamu pernah menanyakan arti cinta. sebuah tema purba yang masih saja sering diperbincangkan, bahkan diperdebatkan. dan sepertinya dialektika itu akan selamanya mengabadi.

aku tidak tahu persis apa itu cinta.
pun kalau aku tahu, cinta yang aku pahami bisa saja berbeda dengan cinta yang kamu maksud. ya, ada beragam jenis cinta. beragam pula definisinya. tergantung dari sudut mana individu memandang, lalu memaknainya.

erich fromm pernah mengemukakan ada dua modus yang berhubungan dengan eksisitensi manusia dalam menjalani hidupnya. pertama, modus "memiliki" (to have). seseorang dengan pola hidup "to have" merasa bahagia, atau lebih tepatnya, senang -- sebab bahagia dan senang hakikatnya berbeda-- manakala memperoleh, memiliki, dan tentunya menguasai sesuatu yang dia dambakan. dan sebaliknya, batinnya akan tersiksa jika sesuatu itu tidak dia miliki atau tidak tunduk padanya. inilah yang aku sebut sebagai 'ketertindasan'. pikiran selalu digelayuti oleh nafsu berupa tekanan-tekanan untuk memuaskan diri sendiri.

inilah ego. ego yang membuat orang melakukan tindakan di luar lingkaran cinta. ego yang lebih berorientasi pada diri sendiri tanpa mau peduli terhadap impak yang ditimbulkannya kemudian.

cinta dengan modus "memiliki" adalah cinta yang dangkal. pun kalau mencapai kepuasan, itu hanya sebatas orgasme cinta yang semu. cinta seperti ini tidak akan mampu membawa seseorang pada kebahagiaan hakiki. terlampau absurd manakala kebahagiaan digantungkan pada sesuatu yang ternyata malah memenjarakan kehidupan.

lawan dari pola hidup memiliki adalah pola hidup "menjadi" (to be). pencinta sejati menganut pola hidup seperti ini. ia tidak menggantungkan kebahagiaan hidup pada kepemilikan. ia akan mencintai secara aktif dan kreatif. inilah yang pernah aku katakan sebagai kemampuan untuk mencintai tanpa adanya pretensi apapun, termasuk pengharapan untuk dicintai. ia akan mengerahkan segenap energinya untuk membahagiakan yang dicintainya. tulus. setulus-tulusnya.

sahabatku yang baik,
cinta itu memerdekakan. membebaskan dari segala jerat dan kungkungan yang memenjarakan jiwa. ketika kita "berada" dalam cinta --dan bukan sekedar "jatuh cinta"--, selayaknya kita memperoleh kemerdekaan itu. namun, jika yang terjadi justru ketertindasan, dalam bentuk apapun, maka pemahaman akan cinta itu perlu dikaji ulang. sebab cinta, kata muhidin lagi, tidak akan dapat hidup berdampingan dengan alam ketertindasan. cinta sejati tidak akan mungkin dapat tumbuh di ruang yang antitesis dengannya.

dari apa yang pernah kita perbincangkan, sepertinya kamu belum sepenuhnya mampu membebaskan diri. kamu --maaf-- belum merdeka.

apa tandanya kamu belum sepenuhnya merdeka?
banyaknya keinginan. ya, kamu memproduksi dan menimbun keinginan yang makin menggunung.
bukan berarti kita tidak boleh memiliki harapan dan keinginan. kita boleh, bahkan mesti memilikinya. kenapa? seperti yang pernah aku kemukakan sebelumnya, kita adalah manusia biasa. sangat biasa. kita harus tetap menanam harapan. sebab manusia tanpa harapan, ia mayat berjalan, begitu seorang budayawan pernah berkata.
namun di tengah kepungan harapan itu, entah sadar atau tidak, kamu telah melahirkan fantasi-fantasi yang entah. dan ketika fantasi-fantasi itu tak juga meng-ada dalam ruang hidupmu, aku takut kalau kamu tak lagi memiliki energi untuk berharap.

sekian dulu. maaf kalau terlalu panjang dan terkesan meng-khutbah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar