"Apakah akan kupaksa tangan ini menorehkan larat-larat aksara,
sedang hati dan pikiran tak menginginkannnya?

Jika demikian, apa bedanya diriku dengan mesin pencetak yang tak punya hati tak punya kehendak?"

Sabtu, 28 November 2009

salahkah air mata?



tangis. entah kenapa kata yang satu ini menjadi eksistensi yang seringkali tak dihargai. bahkan sebagian orang malah mengharamjahanamkannya.

"sudahlah, tidak perlu menangis! jadi orang kok cengeng." kata-kata itu begitu akrab di telinga. menangis dianggap sebagai perilaku kekanak-kanakan. orang yang mengeluarkan air mata dinilai sebagai orang yang tak berdaya dan hanya bisa melampiaskan emosinya dengan tangis, dan bukan yang lain. kata "tangis" juga sering diidentikkan dengan kata cengeng. bahkan sempat merembet ke isu gender karena ada anggapan hanya wanita yang berhak menangis. seorang laki-laki pantang melakukan hal itu.

semua pemikiran tersebut di atas sepertinya layak untuk dikaji ulang.

tangis adalah ekspresi manusia, sama dengan ekspresi yang lain. tangis sama dengan senyum. tangis sama dengan tawa. tangis sama dengan luapan emosi lainnya. oleh karena itu tidak ada satupun orang di dunia ini yang berhak melarang seseorang untuk menangis dan mengeluarkan air matanya. ya, menangis merupakan hak manusia yang paling asasi. maka jika ada yang berani melarang seseorang menangis, berarti telah melanggar hak orang lain sebagai manusia merdeka.

persoalan berikutnya adalah tangis seringkali diidentikkan dengan wanita. ini merupakan sebuah diskriminasi yang nyata. seorang laki-laki dilarang menangis? ah, tak ada dasar yang kuat untuk hal ini. sebagai seorang manusia, laki-laki sama dengan wanita, berhak untuk menumpahkan emosinya dalam bentuk apapun ketika melewati moment-moment yang memang emosional.

apakah tangis sama dengan cengeng? seperti yang dikemukan di awal tadi, tangis adalah ekspresi. air mata adalah ekspresi yang keluar dari perasaan paling dalam. itu kenapa ketika tangis mereda, yang hadir kemudian adalah kelegaan dan ketenangan yang luar biasa. sedangkan orang yang cengeng lebih banyak menunjukkan kelamahan. cengeng adalah lari dari masaah. cengeng adalah tak berdaya. dan cengeng adalah meluapkan segala kepenatan dengan melakukan hal-hal yang negatif serta destriktif. orang cengeng belum tentu menumpahkan emosinya dengan menangis. tapi justru ia mempertontonkan ketidaktegaran yang sebenarnya.

dan yang terakhir, apa tujuan Tuhan menciptakan air mata kalau tidak untuk ditumpahkan?

Kamis, 26 November 2009

seperempat abad yang lewat

seperempat abad yang lewat
begitu dekat. mendekap erat

seperempat abad yang telah lewat
merupakan pertarungan hidup mati seorang putra adam yang dipaksa untuk
tak menyerah kalah
dari kehidupan yang tak ramah

seperempat abad adalah jalinan kisah kasih
antara kau, aku, dia, kalian, dan mereka
di mana di dalamnya kita berdielektika
saling caci
saling benci
saling cinta
begitu mesra

seperempat abad yang telah lewat adalah
sepenggal paragraf kehidupan yang belum sampai pada sebuah kesimpulan
masih ada jutaan kata yang mesti dirangkai hingga menjadi
sebentuk transkripsi yang mendamaikan

seperempat abad yang telah lewat
bukanlah ruang dan waktu yang terlewat begitu saja
ia adalah romansa yang akan terus mengukir cerita
hingga sampai suatu saat dipaksa untuk tertidur
lelap. hangat. mati. abadi..


26 November 2009

Senin, 23 November 2009

relativitas yang absolut




tak ada kemutlakan dalam hal duniawi. tak ada satu hal pun yang absolut. sesuatu tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar atau sebaliknya, sepenuhnya salah. semua serba relatif. pun kalau ada yang absolut, tak lain adalah relativitas itu sendiri.

semua hal tentang manusia dan kemanusiaan selayaknya dipandang dari sudut pandang tersebut di atas. Tuhan menciptakan dua hal yang saling berpasangan. masing-masing tidak dapat ditempatkan pada dua titik ekstrim. keduanya dapat saling bergerak, bahkan saling bertukar. sama sekali bukan seperti setan dan malaikat. pada titik inilah istilah "sangat" dan "paling" mesti mendapat pengertian ulang.

sekilas, hukum tersebut seakan-akan mengandung bias. tidak ada ketetapan. tidak ada kepastian. bahkan terkesan liar. namun, meminjam istilah seorang teman, itulah 'irama kehidupan'. ya, kehidupan akan terus berubah dan berkembang, bukan?

salam sahabat




sahabat. sulit menemukan definisi kata yang satu ini. bahkan mungkin tak terdefinisikan. kenapa? definisi seringkali memberikan sebuah batasan. definisi mengharamkan hadirnya segala kemungkinan yang tak pasti. padahal, kedalaman relasi persahabatan terlalu dalam untuk dibatasi. persahabatan membuka ruang seluas-luasnya bagi berkembangnya beragam kemungkinan.

salah satu masalah yang diciptkan manusia adalah terlampau mendewakan sebuah definisi. benar bahwa deinisi meminimalkn munculnya bias yang tak jelas. namun bersamaan dengan hal itu akan memicu muncunyal individualitas sebuah konsep.

hal tersebut juga berlaku untuk persahabatan.

banyak yang mencoba mendefinisikannya. sebagian berpikir keras untuk merumuskani definisi yang tepat. masing-masing mengklam sebagai yang paling benar, paling mengerti, hingga merasa paling berhak untuk memaknai. kenyataan menunjukkan tak ada satu pun definisi yang sama. semua berbeda. bahkan tak jarang saling bertentangan. hal itu merupakan bukti bahwa tak ada seorang pun yang berhak untuk menguasai wilayah itu.

seperti yang dikemukkan di awal tadi, sahabat tak terdefinisi. dan memang tak perlu untuk didefinifikan. biarlah ia berhembus lepas, menghangatkan jiwa-jiwa manusia yang selama ini beku dalam dinginnya kesendirian. biarlah ia bebas mengepakkan sayap, lalu hinggap di hati setiap anak manusia yang memperkenalkan dirinya sebagai sahabat sejati.

salam persahabatan!

Sabtu, 21 November 2009

catatan orang sakit jiwa*




entah kenapa, akhir-akhir ini kau begitu menyebakan!

dulu kau berujar bahwa jalinan kita akan abadi selamanya. omong dengan itu semua. buktinya sekarang kau "pergi" entah ke mana. kau meninggalkanku begitu saja justru ketika aku sedang sakit jiwa.
kita masih bersua, tapi tak lagi saling sapa.

bahkan di titik ini pun aku masih saja percaya padamu.

ada dua kemungkinan. aku terlampau baik. atau aku terlalu tolol. aku lebih suka jika alasannya adalah yang kedua.

tidak sekali ini saja.

kau bilang mengharapkan perhatian. aku perhatikan, kau tidak jarang tiba-tiba menghilang.

beberapa waktu lalu, aku berusaha menyapa, tapi ternyata kau tak hirau dan berlalu begitu saja. sial! apa yang terjadi denganmu sebenarnya

dan bodohnya aku, ketika kau datang, betapa hangat aku menyambutmu. kebencian serta kemarahan kemarin hilang begitu saja. dan relasi kita berdua kembali seperti biasa. apa adaanya.

tapi untuk kali ini, sepertinya tidak. hubungan kita begitu aneh. begitu dingin. lebih baik kita akhiri saja. toh tak ada gunanya melanjutkannya.

kau begitu menyedihkan, sayang.
aku tak bisa membayangkan bagaimana jika kau kehilangan teman sebaik diriku ini. kau pasti sedih. aku yakin itu. coba kamu pikirkan, selama kamu hidup di dunia ini, mana ada orang yang berkali-kali memaafkanmu untuk kesalahan yang sama. kalaupun ada, seperti yang aku kemukakan sebelumnya, ada dua kemungkinan. mungkin saja orang itu memang baik. tapi bisa jadi dia adalah setolol-tololnya manusia. meski aku memang tolol, tapi aku tidaklah sebodoh yang kamu bayangkan.

maaf telah membuatmu kecewa. aku yakin kau berpikir akan aku maafkan begitu saja. ah, aku terlalu baik untuk melakukan itu. aku terlalu baik untukmu.

lihat saja nanti. kau pasti akan sanagt membutuhkanku. kau akan sangat kehilangan diriku.

tapi, tidak sebesar seperti aku kehilangan dirimu...


*) catatan ini permintaan seorang teman, dan bertolak dari apa yang dia kisahkan beberapa hari terakhir. judul tersebut merupakan permintaan yang bersangkutan. meski dia sedang "sakit jiwa", tapi tak kehilangan kepercayaan diri yang luar biasa, atau saya lebih suka menyebutnya dengan istilah 'sindrom narsisme yang akut'. haha..

Jumat, 20 November 2009

aku, dia, dan senja yang biru




sudah beberapa hari, aku tak bisa menikmati senja biruku lagi. entah apa sebabnya. namun aku punya keyakinan bahwa senja biruku tak hilang. ia masih milikku. dan akan selalu begitu.

hingga suatu ketika, datanglah dia. ya, dia yang bukan kau. kalian berbeda, jika kau seringkali datang dalam diam, dia tidak demikian. senyum senantiasa mengembang dari bibirnya, makin menegaskan wajahnya yang memancar ayu. aku merasa agak canggung. bukan apa-apa. biasanya aku ditemani dirimu yang murung, sedangkan kali ini ditemani dia yang begitu ceria.

saat itu pun aku tak tahu penyebabnya. sampai suatu saat aku bertanya, apa yang menyebabkan dia terlihat bahagia. dia mengatakan sesuatu yang benar-benar mengagetkanku, “aku sedang menunggu senjaku. senja biruku, aku percaya sebentar lagi dia akan datang.”

aku tercengang.

senja biru? bukankah senja biru milikku? bagaimana mungkin dia memiliki senja yang sama? ataukah senja yang tak sama? jika demikian, berarti ada dua senja berwarna biru. ah, tidak mungkin. atau jangan-jangan dia telah mencuri senja biruku..

belum sempat aku berkata, dia melanjutkan, “senja biru itu tak biasa bagiku. sangat istimewa. oleh karena itu, aku merindukannya.”

dan di titik ini, aku kembali teringat padamu. aku merasa perlu membicarakan hal ini denganmu. mungkin kau tahu jawaban atas pertanyaanku. pun kalau tidak, kau pasti masih bersedia menemaiku. merenung. seperti yang biasa kita lakukan berdua di kala senja.

Kamis, 19 November 2009

salam buat hujan




hujan. aku suka hujan. selalu mampu memberi sensasi luar biasa.

entah kenapa aku belum ingin hujan ini berhenti. coba dengarkan harmonisasi yang dihasilkannya! titik-titik air itu membentuk alunan musikalisasi yang begitu merdu. dan di titik ini pula muncul pertanyaan, kekuatan Maha Dahsyat apakah yang mampu menciptakan orkestrasi kehidupan dalam hujan?

hujan adalah kesejukan. aku sendiri heran, setelah sekian lama, setelah sekian generasi anak manusia, ia tak juga mau berhenti. tetap setia membasuh wajah jutaan makhluk di bumi ini.

yang belum dapat aku pahami sampai saat ini adalah, kenapa masih saja muncul umpatan yang mengiringi kehadirannya? bukankah hujan menghidupkan? ah, manusia memang sering tak tahu diri. pernah suatu ketika ada yang mengatakan, "hujan yang menyebalkan! hujan juga menghancurkan!"
hujan adalah kesucian. manusia tak berhak apapun atas diri hujan. bukankan kehidupan manusia juga dirangkai atas titik-titik air hujan?

terima kasih kuucapkan padamu, hujan. Tak perlu kau hirau suara parau mereka. hadirlah sesering yang kau inginkan! hujan adalah kedamain..

salam, hujan!

Rabu, 18 November 2009

Tatapan: Segaris Batas yang Terlepas (1)




Tatapan. Instrument yang impresif menyampaikan pesan. Sebuah pesan tersirat, tapi karena tatapan, ia menjadi begitu agresif. Bahkan karena agresivitasnya itu, ia menjadi sulit dikelola, apalagi dikendalikan.
Dan dengan tatapan itu, aku mengenal, kemudian mengagumimu. Kekaguman yang entah aku sadari atau tidak, mulai menggiringku untuk lebih dalam menyelami kisahmu.

Salahkah?
Salahkah aku dengan kekaguman itu?

Tidak! Tidak ada satu pun otoritas di dunia ini yang berhak memaksa siapapun untuk mengagumi atau tidak mengagumi sesuatu.

Mungkin bisa saja menjadi salah manakala kekaguman itu menjerumuskan kita pada keinginan untuk memiliki –atau aku lebih suka menyebutnya dengan istilah “menguasai”. Kepemilikan, penguasaan, atau apapun namanya, hanya akan merusak harmonisasi dari kekaguman yang aku sebutkan di awal tadi. Ituleh ego.

Namun, apakah dengan dasar itu, ego dapat disalahkan begitu saja?
Bukankah kita manusia biasa? – bahkan sangat biasa. Dan karena biasa itu, kita tidak akan mungkin menghapuskan ego, yang mau tidak mau sudah menjadi bagian dari diri manusia.
Bukankah ego tidak selamanya negatif? Justru egolah yang menjadikan manusia “manusiawi’. Ego adalah semangat hidup.
Dan ego pulalah yang mendorongku untuk menulis transkripsi ini

Terima Kasihku Padamu (2)

 -- buat peri kecilku





untuk kesekian kali, kata maaf itu mengalir dari hatimu. terkejutkah aku? mungkin tidak. aku tahu kau pasti akan melakukannya, seperti yang sudah-sudah.

aku terlalu bebal hingga tak sepenuhnya mampu menyadari kepedulian yang kau tunjukkan. selama ini aku masih saja berpikir bahwa sesuatu yang bernama ketulusan adalah nonsens belaka. sama sekali tak ada. kalaupun tampak demikian, itu sekedar untuk menjaga perasaan persahabatan. tak lebih. dan hal itu tidaklah kekal. suatu saat pasti akan menguap ke langit entah.

namun, kenyataan sama sekali berbeda dengan apa yang aku pikirkan.
kau tulus. begitu tulus. bahkan terlalu tulus untukku.
kau mengajariku bagaimana membangun hubungan dengan mengabaikan pertanyan, "untuk apa?" dan "apa gunanya?".
kau mengajariku bagaimana relasi ke-kita-an kita yang benar-benar dibangun dari hati yang terdalam. saling menjaga. saling menumbuhkan empati. begitu hangatnya.

peri kecilku yang baik hati,
aku tidak berani menjanjikan apapun padamu saat ini. karena janji hanya akan tinggal janji kalau tidak dituntaskan. aku hanya bisa mengatakan, terima kasih. waktu akan membuktikan bahwa apa yang telah kau tunjukkan padaku telah benar-benar mengubah hidupku.

salam hormat dengamu!

Selasa, 17 November 2009

Untitled (1)




Aku baru saja mehabiskan sebatang rokok ketika memutuskan untuk meraih secarik kertas, lalu mengguratkan kata-kata dan berkeinginan untuk menuliskan apa yang kurasakan saat ini. apakah kamu bersedia menjadi teman berceritaku? Aku harap dari mulutmu, atau paling tidak, hatimu, akan keluar kata, ya.

Malam ini makin larut. Dan kamu tahu, aku menyukai nuansanya. Sunyi. Ya, aku menyukai kesunyian. Memberiku sensasi yang begitu berbeda.
Sunyi. Dan bukan gelap. Keduanya berbeda. Aku yakin kamu tahu itu. Dan akan dianggap ngelantur kalau aku mengatakan malam ini gelap. Bagaimana aku bisa bilang gelap kalau lampu di ruangan ini menghidupiku sejak sore tadi. Sunyi, meski alunan musik dari tape recorder yang letaknya tidak begitu jauh dari tempat dudukku mengaluarkan bunyi-bunyi yang teramat asing buatku --paling tidak, untuk malam ini.

Entah berapa lembar kertas yang telah aku buang ke temat sampah. Tulisan tanganku memang tidak terlampau bagus. Tapi bukan itu masalahnya. Bukan pula karena aku tak mampu menumpahkan apa yang ada di pikiran dan hatiku. Sama sekali bukan. Aku hanya ingin agar apa yang aku tulis dapat dengan mudah engkau pahami. Seperti kau ketahui, aku selalu ingin memberi yang terbaik buatmu.

Maaf, kalau aku malah membicarakan malam, kertas, sampai tae recorder. Meskipun sebenarnya mereka bukannya tidak penting. Mereka pulalah yang menggerakkanku untuk menceritakan sesuatu kepadamu. Sepenggal cerita kehidupanku. Sepenggal cerita yang sebelumnya tidak pernah aku bagi dengan orang lain.

Aku masih ragu harus memulainya dari mana. Yang pasti, malam ini, ceritaku harus hadir di lembar kertas ini. Kertas. Kenapa kertas?
Aku bukan orang yang pandai berkata-kata verbal. Aku takut. Aku tidak terlalu nyaman dengan itu semua. Itulah yang membuatku lebih suka bercerita padamu lewat goresan pena. Sedikit mengutip ungkapan dari seseorang yang kuuanggap sebagai guru, "yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlau bersama angin."

Sebentar. Aku merasa kurang nyaman dengan posisi dudukku saat ini.

Kursi ini masih sama dengan kursi yang aku duduki berhari-hari sebelumnya. Masih sama dengan kursi yang aku duduki berhari-hari yang lalu ketika mulai muncul keinginan untuk berbagi cerita denganmu.
Sebuah meja kecil di depanku. Di atasnya berserak buku, plastik, gelas, dan sebungkus rokok yang isinya tinggal bebrapa batang. Dan yang terakhir aku sebut, tidak pernah mengeluh ketika berhari-hari kupaksa untuk menemaniku. Ya berhari-hari. Aku bukan orang yang cerdas, yang dalam satu putaran waktu dapat mengahasilkan sebuah tulisan untuk dikisahkan kepada orang lain --meski kamu bukan orang lain bagiku.

Huft..
Jam dinding yang menggantung di tembok bercat putih ini sudah menunjukkan pukul 12.55. Malam ini kian larut. Aku sudah mengantuk. Aku kira kau pun begitu. Tapi bukankah tadi aku ingin mengisahkan sesuatu kepadamu? Baiklah.

Aku tidak akan mengingkari janji. Seperti kata orang-orang di luar sana, janji adalah hutang. Dan aku akan membayarnya. Tapi tidak untuk malam ini. Mataku sudah tidak lagi mau diajak kompromi. Jadi, akan aku lanjutkan esok. Aku janji. Percayalah!

Untitled (2)




Seperti yang telah aku katakan sebelumnya, aku akan menuntaskan janjiku padamu. Dan sekarang sudah tak lagi malam, tapi pagi. Maka kantuk tak lagi bisa kujadikan sebagai alasan yang akan menggagalkan semuanya.

Masih ingatkah kamu apa yang aku janjikan kemarin??
Ya, aku berjanji akan menceritakan sepenggal kisah hidupku padamu. Sepenggal perjalalan kehidupan yang belum pernah aku bagi dengan siapapun. Kamu bisa mempercayaiku. Dan kalau masih juga belum bisa percaya, aku memaksa kamu untuk percaya padaku.

Sampai saat ini, aku belum bisa dengan mudah percaya kepada orang lain. tentu saja yang aku maksud adalah kepercayaan dalam berbagi hal-hal yang sifatnya personal. Aku berpikir bahwa aku memliki ruang kehidupan yang teramat pribadi. Sebuah ruang di mana aku memiliki kebebasan, kemerdekaan yang absolut untuk mengendalikan dan menentukan pergulatan dialektika di dalamya. ruang di mana aku memiliki kekuasaan yang penuh. Menurutku itu adalah hak pribadi yang paling asasi. Oleh karenanya, tidak seorang pun kuijinkan untuk menjamahnya.

Alasan lain, sederhana saja, aku bukan orang yang tidak suka mencampuri urusan orang lain kalau tidak diminta. Sebaliknya, tak ada seorangpun yang boleh dengan seenaknya mencampuri urusan pribadiku.

Mungkin aku sedang mengidap apa yang dikatakan Fromm sebagai self-centeredness syndrom. Apapun istilahnya, itu tidak penting. Aku sedang mejalankan apa yag aku yakini. Bukankah keyakinan merupakan hal yang menjadi dasar pegangan kehidupan? Aku yakin dalam hal ini kamu setuju denganku.

Sekarang kamu sudah memahamai kenapa selama ini aku belum pernah membagi kisah ini dengan siapaun. Aku ulangi, dengan siapapun.

Dan sepertinya, aku memang belum juga bersedia membaginya dengan siapapun. Dan itu juga, maaf, berlaku untukmu. Kenapa? Karena kamu belum mampu meyakinanku kenapa mesti mempercayaimu. Sekali lagi, aku minta maaf.. ^_^

Minggu, 15 November 2009

puLau menyawakan_151109




setelah pulau kecil dan pulau tengah, target kunjungan berikutnya adalah pulau menyawakan. "target kunjungan"? ah, sepertinya kurang tepat jika kedua kata itu digunakan. belum ada perencanaan sebelumnya, oleh karenanya tidak ada "target". lalu "kunjungan". apalagi kata yang satu ini. pemakaian kedua kata tersebut hanya karena penulis belum menemukan kosa kata yang tepat untuk mengungakapkan ide. tapi, sudahlah.

matahari sudah meninggi. meski formasi tidak lengkap, semangat berpetualang sama sekali tidak menghilang. toh kami ditemani si kembar salim dan salam. dua bersaudara yang selama ini cukup setia.

perjalanan diperkirakan dapat ditempuh dalam waktu 45 menit. syukurah, suasana laut begitu teduh --tidak seperti ekspedisi pulau tengah dan pulau kecil dengan ombak mencapai 2 meter. akan tetapi laut yang tenang juga membuat perjalan jadi cukup membosankan.

setelah sekitar satu jam, akhirnya kami sampai di tempat tujuan. pulau menyawakan. pulau yang tidak begitu luas, namun memiliki daya tarik tersendiri. tentu saja. jika tidak, untuk apa bersusah payah mencapainya dengan meninggalkan tugas dan kegiatan yang paling mendamaikan di hari minggu: tidur. haha.
sepertinya tempat ini akan menyenangkan. banyak yang bisa dilihat. satu lagi dan ini haram jika dilupakan, ada media untuk mengekspresikan diri. apalagi kalau bukan foto-foto: ekspresi narsis yang paling manusiawi di abad ini.

namun, ada sedikit masalah ketika kami akan menjejakkan kaki di menyawakan. pengelola hampir saja tidak menijinkan karena ada kegiatan penting di tempat tersebut. sempat terlintas pikiran untuk melanjutkan perjalan ke pulau parang. tapi untunglah, akhirnya lolos juga (apresiasi kami tujukan buat mas ghofur dan pak lurah!).

pemandangan cukup menarik, meski sebenrnya tak seindah yang dibayangkan sebelumnya. mungkin ini juga karena adanya kejadian di awal tadi. tak apalah. tetap mencoba untuk menikmati.

pukul 16.30 selesai sudah perjalanan menjelajahi salah satu tempat di gugusan kepulauan karimunjawa ini. lelah? mungkin. senang? bisa jadi. narsis? tentu saja. itu pasti!

menjelang petang, kami pun beranjak pulang. sekali lagi, tak ada ombak yang berarti. justru kami disuguhi pemandangan senja yag luar biasa --meski akhirnya tidak bisa menyaksikan matahari terbenam karena terhalang awan mendung.
antara langit dan laut. ya, kami diapit keduanya. dua makhluk tuhan yang begitu luas dan terihat sangat kekar hingga mampu melumatkan apa saja, tidak terkecuali kami semua. Tuhan menciptakan dua hal berpasangan yang kontradiktif namun memilki rangkaian harmoni. cantik dan indah sekaligus kejam dan mengerikan. setelah serangkain narsisme yang kami tunjukkan, kami merasa bukan siapa-siapa, bahkan bukan apa-apa di hadapan kekuasaan Sang Pencipta. mungkin itulah pelajaran paling berharga yang penulis dapatkan dalam perjalanan kali ini.

di sini penulis tidak menggambarkan keindahan pulau menyawakan yang baru saja dikunjungi. ada tiga alasan. pertama, penulis tidak biasa menderskripsikan sebuah lokasi. tidak terlampau mahir mengungkapkan kembali sebuah pengalaman nyata yang mestinya objektif. alasan kedua, ingin membuat penasaran bagi yang belum menyaksikan. sedangkan yang ketiga adalah karena tidak ingin. ya, sama sekali tidak. itu saja.

karimunjawa, november 2009
foto by hery br


15 November 2009

Jumat, 13 November 2009

mau krupuk?

“mau krupuk? aku habis goreng satu toples besar. siapa tahu bisa ngilangin rasa hati yang nggak enak..”

meski tidak sama persis, tapi kira-kira begitulah katamu waktu itu.

ah, kau ada-ada saja.. ^_^

tapi aku suka..

mungkin kau memang sengaja mengucapkannya dan bermaksud untuk sejenak mengalihkan pembicaraan. ya... sedikir mencairkan suasana.
hey, bisa-bisanya kau memikirkan hal yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam benakku. haha..
pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa hubungan antara krupuk dengan topik yang kita perbincangkan ketika itu?
aku kira tidak ada. dan justru karena ketiadaan relasi itulah, kau berhasil membuatku tersenyum, dalam arti yang sebenarnya.

tapi bisa jadi “krupuk” itu hadir dari spontanitas tanpa perencanaan.
kau tahu, justru aku lebih suka jika ternyata alasan kedua inilah yang mendasari hadirnya kata-katamu itu.
dan itulah dirimu. seringkali muncul dengan kejutan-kejutan yang menyenangkan.
bahwa kau tidak tahu benar apa yang aku alami saat itu, sama sekali bukan masalah. yang lebih penting adalah, kata-kata itu mengalir dari kedalaman hatimu.

salam hormat denganmu,,


Sabtu, 07 November 2009

simpan senjamu itu!




masih duduk disampingku. kau terus saja meyakinkan agar aku menerima senja kemerahan yang kau bawakan. tapi maaf, kalau aku menerima saja senja yang kau bawa, akan timbul banyak persoalan.

seperti yang kukatakan sebelumnya, senja itu biru. dan akan selalu begitu. bukankah dulu kita pernah sepakat untuk menganggap setiap senja adalah biru, dan bukan yang lain? kau juga yang mengatakan bahwa biru itu rindu. seperti kita selalu merindukan sang senja. senja yang --untuk kesekian kalu aku katakan-- berwarna biru. tapi kenapa sekarang kau malah membawakan senja merah dan terus memaksaku untuk memercayainya?

persoalan yang lain adalah jika aku menerima senja yang kau bawa, senja kemerahan itu, bukankah akan terjadi bencana? betapa tidak. sekarang aku sedang bersama senja, senjaku yang biru. sedangkan kau juga membawa senja yang lain, senja berwarna kemerahan. hey, bodoh! jika aku menerimanya, maka akan ada dua senja! aku tidak bisa membayangkan muncul dua senja di suatu sore secara bersamaan. aku....
ah, sudahlah!

aku masih yakin kalau senja itu biru, seperti yang pernah kita sepakati. untuk saat ini, aku belum tertarik dengan senja kemerahan yang kau tawarkan. mungkin lain kali. jadi untuk sementara simpanlah saja dulu.

Jumat, 06 November 2009

sudahkah? ah, sepertinya belum..

manusia adalah bagian dari makrokosmos. hal tersebut perlu disadari mengingat egositas masih sering dipertontonkan. dengan dalih khalifah dan mendapatkan kepercayaan dari Sang Pencipta, manusia merasa sebagai makhluk paling unggul di alam raya. impak dari itu semua adalah munculnya hasrat untuk mengolah dan menguasai alam ini sekehendak hati --atau lebih tepatnya, nafsu. tumbuhan, hewan, laut, gunung, bukit dianggap sebagai benda an sich yang mesti tunduk di bawah kaum yang juga mengklaim dikaruniai hati nurani ini.

di dunia manusia, berlaku doktrin bahwa mereka memiliki cipta, rasa, dan karsa yang tidak dipunyai makhluk lain. oleh karena itulah peradaban manusia mengalami progress yang luar biasa. teknologi dan industri pun melaju tak terkendali.

namun, disadari atau tidak, tanpa ada pengendalian yang seimbang, hal tersebut sering kali menimbulkan hegemoni komunal. manusia merasa sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki hak untuk mengendalikan arus sejarah. tak terhitung kerusakan yang sering ditimbulkan oleh makhluk yang satu ini. bukan hanya sebagai kaum, tetapi juga sebagai individu, sebagai personal. bukan hanya sebagai manusia, tapi juga sebagai orang yang berpribadi.

setiap orang memang memiliki hak yang tidak dapat diganggu gugat. di satu sisi, hak asasi mengatur relasi yang selaras antarindividu. seseorang boleh mengambil haknya, asalkan tidak melanggar hak orang lain. tujuannya jelas, rasa keadilan.

di sisi lain, hak dianggap sebagai kewenangan. kewenangan yang kerap melahirkan pertikaian antarindividu karena sama-sama merasa memiliki hak atas sesuatu. dan karena sesuatu itu merupakan hak, maka hak itu harus diambil, bagaimanapun caranya. tidak mengherankan jika kemudian muncul vandalisme yang dipaksakan. saling injak. saling tikam. saling menguasai. saling menyakiti. sungguh mengerikan jika peradaban di bumi ini dibangun oleh hal-hal demikian.

mungkin hal tersebut dapat diminimalisasi jika tiap manusia selalu berusaha untuk selesai dengan dirinya terlebih dahulu.
selesai dengan diri sendiri. kalimat sederhanya yang ternyata aplikasinya dalam keseharian tidaklah sederhana.

bagimana memaknai selesai dengan diri tersebut? ternyata juga tidak mudah.
manusia yang telah selesai dengan dirinya tidak melulu akan menuntut haknya sebelum dia mampu memenuhi hak orang lain. mereka memilki pola pikir bahwa hak bukanlah kewenangan untuk menuntut, melainkan kewajiban untuk memberi dan memenuhi.

manusia yang selesai dengan dirinya sendiri akan lebih sering bersikap diam, berkontemlasi dan menasihati diri sendiri, bukannya berkoar-koar ceramah dan menasiahati orang lain. ya, kebiasaan berpendapat tidak pada porsinya tanpa disadari merupakan permasalah tersendiri.
dan permasalahannya sekarang adalah, bukankan saya juga terlalu banyak berpendapat dan malah menasihati Anda? sungguh tindakan yang lancang! haha...

Kamis, 05 November 2009

senja yang sama

kau datang dengan seutas senyum, yang entah apa maksudnya. tak seperti biasa. menghampiriku yang sedang duduk menanti datangnya senja. kau menggenggam cahaya kemerahan. entah apa. aku hanya bertanya dalam diam.

"ini senja. untukmu!" katamu sambil mengulurkan tangan kanan dengan cahaya kemerahan. "anggap saja ini sebagai permintaan maafku karena telah merusak senjamu untuk kesekian kalinya."

aku bergeming.

kau melanjutkan, "aku membawakanmu senja yang ramah."

aku tetap diam.

"lihatlah! senja ini merah," katamu. "senja yang telah lama hilang. senja yang dulu biasa kita nikmati bersama."

mandengar ucapanmu, aku pun menoleh.
"merah? tidak! senjaku biru. begitu biru,"
"jadi, kembalikanlah senja merahmu itu ke tempatnya semula!"

lalu kau tak berkata. aku pun tak berkata. kita berdua tak berkata. dan tiba-tiba menjadi murung. seperti biasa.

bukan aku tak menghargai perhatianmu. bukan pula tak menerima permintaan maafmu.
tapi aku tak setuju jika kau mengatakan senja berwarna merah. bagiku senja itu biru. akan selalu biru. dan akan tetap demikian. kau mengatakan bahwa senja merahmu itu akan mendamaikanmu mendamaikanku mendamaikan kita. maaf, aku tak tetarik dengan tawaranmu itu.

ah, sudahlah. lupakan semua ocehanku itu.

biarlah aku menikmati senja seperti biasa. denganmu. daripada aku mesti dinaungi senja merah itu. tanpamu. aku mulai damai dengan ketidakdamaian yang selalu kau tunjukkan. ya, biarlah senja yang tak terlampau luar biasa ini menghangatkanmu menghangatkanku menghangatkan kita. aku mulai menyukai senja ini. senja yang sederhana. senja yang apa adanya.

Selasa, 03 November 2009

tak ada yang berbeda dari senja



senja kali ini tak ada yang berbeda. masih sama. seperti yang sudah-sudah. mentari mulai mengistirahatkan diri menyimpan energi untuk bumi esok hari. langit temaram. beberapa ekor burung gereja kembali ke peraduan. ya, tak ada yang berbeda. tak ada yang luar biasa. alam masih berjalan seperti yang disabdakan. seiring waktu yang perlahan-lahan menggerus masa lalu.

hanya saja di senja ini kau datang. tanpa kata. tanpa bicara. tanpa senyuman hangat. tanpa sekuntum rindu yang kau peluk erat.
kau begitu dingin, kekasih. mengalahkan dinginnya malam yang mulai menjelang. kau merusak sensasi senja ini. kau menghalangi sinar mentari yang untuk beberapa saat masih menghangatkan. kau sengaja membuat senja ini menjadi berbeda.

kau mendustakan senja!

senja adalah awal kedamaian ketika aku mengistirahatkan energi yang tersisa. awal dimulainya ketentraman setelah seharian bersimbah peluh bertarung dengan dunia yang tak lagi ramah. dan tahukah, kau merusak segalanya. kau merusak senjaku. kau merusak duniaku, kekasih. dan kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. di hadapanku.

tapi seperti yang kukatakan sebelumnya, senja kali ini tak ada yang berbeda. meski kau datang tanpa senyuman. meski kau mengganguku menikmati senja sore ini.
bukankan kau selalu melakukannya? ya, untuk kesekian kali kau mengkhianati senja ini. dan aku yakin kau pun akan mengulangnya pada potongan senja yang sama.