"Apakah akan kupaksa tangan ini menorehkan larat-larat aksara,
sedang hati dan pikiran tak menginginkannnya?

Jika demikian, apa bedanya diriku dengan mesin pencetak yang tak punya hati tak punya kehendak?"

Jumat, 06 November 2009

sudahkah? ah, sepertinya belum..

manusia adalah bagian dari makrokosmos. hal tersebut perlu disadari mengingat egositas masih sering dipertontonkan. dengan dalih khalifah dan mendapatkan kepercayaan dari Sang Pencipta, manusia merasa sebagai makhluk paling unggul di alam raya. impak dari itu semua adalah munculnya hasrat untuk mengolah dan menguasai alam ini sekehendak hati --atau lebih tepatnya, nafsu. tumbuhan, hewan, laut, gunung, bukit dianggap sebagai benda an sich yang mesti tunduk di bawah kaum yang juga mengklaim dikaruniai hati nurani ini.

di dunia manusia, berlaku doktrin bahwa mereka memiliki cipta, rasa, dan karsa yang tidak dipunyai makhluk lain. oleh karena itulah peradaban manusia mengalami progress yang luar biasa. teknologi dan industri pun melaju tak terkendali.

namun, disadari atau tidak, tanpa ada pengendalian yang seimbang, hal tersebut sering kali menimbulkan hegemoni komunal. manusia merasa sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki hak untuk mengendalikan arus sejarah. tak terhitung kerusakan yang sering ditimbulkan oleh makhluk yang satu ini. bukan hanya sebagai kaum, tetapi juga sebagai individu, sebagai personal. bukan hanya sebagai manusia, tapi juga sebagai orang yang berpribadi.

setiap orang memang memiliki hak yang tidak dapat diganggu gugat. di satu sisi, hak asasi mengatur relasi yang selaras antarindividu. seseorang boleh mengambil haknya, asalkan tidak melanggar hak orang lain. tujuannya jelas, rasa keadilan.

di sisi lain, hak dianggap sebagai kewenangan. kewenangan yang kerap melahirkan pertikaian antarindividu karena sama-sama merasa memiliki hak atas sesuatu. dan karena sesuatu itu merupakan hak, maka hak itu harus diambil, bagaimanapun caranya. tidak mengherankan jika kemudian muncul vandalisme yang dipaksakan. saling injak. saling tikam. saling menguasai. saling menyakiti. sungguh mengerikan jika peradaban di bumi ini dibangun oleh hal-hal demikian.

mungkin hal tersebut dapat diminimalisasi jika tiap manusia selalu berusaha untuk selesai dengan dirinya terlebih dahulu.
selesai dengan diri sendiri. kalimat sederhanya yang ternyata aplikasinya dalam keseharian tidaklah sederhana.

bagimana memaknai selesai dengan diri tersebut? ternyata juga tidak mudah.
manusia yang telah selesai dengan dirinya tidak melulu akan menuntut haknya sebelum dia mampu memenuhi hak orang lain. mereka memilki pola pikir bahwa hak bukanlah kewenangan untuk menuntut, melainkan kewajiban untuk memberi dan memenuhi.

manusia yang selesai dengan dirinya sendiri akan lebih sering bersikap diam, berkontemlasi dan menasihati diri sendiri, bukannya berkoar-koar ceramah dan menasiahati orang lain. ya, kebiasaan berpendapat tidak pada porsinya tanpa disadari merupakan permasalah tersendiri.
dan permasalahannya sekarang adalah, bukankan saya juga terlalu banyak berpendapat dan malah menasihati Anda? sungguh tindakan yang lancang! haha...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar