"Apakah akan kupaksa tangan ini menorehkan larat-larat aksara,
sedang hati dan pikiran tak menginginkannnya?
Jika demikian, apa bedanya diriku dengan mesin pencetak yang tak punya hati tak punya kehendak?"
Senin, 26 April 2010
.:: pecundang (?)
kau mulai menabuh genderang perang. kuanggap ini sebuah perhitungan. dan sebagai lelaki, pantang bagiku untuk mundur. karena yang mundur hanyalah pecundang. dan di manapun, pecundang adalah makhluk Tuhan yang paling menyedihkan.
awalnya aku tak seberapa ingin meladeni tantanganmu itu. tak seberapa ingin ada pertempuran. tapi kau yang memulai. dan karena aku --seperti yang pernah kau tuduhkan-- adalah sosok paling antagonis buatmu, maka terpaksa kau kulawan.
tenang saja, aku bukanlah seorang pengecut seperti yang kau sangkakan. aku takkan menyerah. aku takkan lari, bahkan jika harus mati.
sepertinya kau akan kecewa. aku belum ingin mati! pun kalau harus mati, pasti bukan melalui tanganmu itu.
Jumat, 23 April 2010
Tatapan: Segaris Batas yang Terlepas (3)
Aktivitas melalui indera penglihat ini ternyata menyimpan sejumlah potensi yang luar biasa.
Ia mampu menjadi penghancur. Eksposivitasnya bisa jadi mendatangkan mala petaka manakala garis batas yang telah "disepakati" dilanggar begitu saja. Seringkali ia menjadi awal sebuah bencana. Dan dalam kasus seperti ini, manusia selalu menjadikan setan sebagai kambing hitam.
Padahah, diakui atau tidak, setan tidak melulu bersalah.
Namun demikian, diujung derita manusia yang berkepanjangan --yang tentu saja diciptakan oleh manusia itu sendiri--, setan tetap akan tersenyum sinis, berlalu, sambil berkata, "Dasar manusia. Ternyata tidak juga berubah. Tetap saja menjadi makhluk Tuhan paling rapuh yang pernah ada."
Ia mampu menjadi penghancur. Eksposivitasnya bisa jadi mendatangkan mala petaka manakala garis batas yang telah "disepakati" dilanggar begitu saja. Seringkali ia menjadi awal sebuah bencana. Dan dalam kasus seperti ini, manusia selalu menjadikan setan sebagai kambing hitam.
Padahah, diakui atau tidak, setan tidak melulu bersalah.
Namun demikian, diujung derita manusia yang berkepanjangan --yang tentu saja diciptakan oleh manusia itu sendiri--, setan tetap akan tersenyum sinis, berlalu, sambil berkata, "Dasar manusia. Ternyata tidak juga berubah. Tetap saja menjadi makhluk Tuhan paling rapuh yang pernah ada."
Kamis, 22 April 2010
kepada seorang kawan; plagiarisme yang menyedihkan!
rinduku mengalun pada daun
gemerisik dipetik sang angin
dan hujan mewartakan kegelisahan
lirih desah pada tanah yang basah
___
sajak itu kutulis medio maret 2010. dan apa yang tertuang dalam larat-larat aksara yang merangkainya, anggap saja mewakili perasaanku ketika itu.
namun alangkah kagetnya waktu penggalan sajak, puisi, syair, atau apalah namanya itu, kutemukan lagi dua hari yang lalu. hanya saja kali ini aku merasa berbeda ketika berhadapan dengannya: tulisan itu diakui oleh orang lain! bukan atas namaku, tapi atas nama seorang kawan lama yang telah sekian putaran waktu tak kujumpa.
tentang apa maksud dan alasan dia melakukannya, entahlah! aku tak tahu. aku tak berhak menjawab. dan sama sekali tak ingin menjawab.
mungkin bagi dirinya, itu hanyalah deretan kata yang entah apa juga maknanya. bahkan mungkin sebagian orang tak menganggapnya bermakna.
meski begitu, ia tetaplah anak ruhani yang kulahirkan dari rahim perenungan jiwaku.
aku bukan siapa-siapa yang berhak menuntut. ya, tentu saja tak memiliki hak untuk menuntut. aku tak akan melakukannya. aku hanya ingin memaki. kurasa tak ada yang berkeberatan dengan hal itu.
kepada seorang kawan, jika ingin menunjukkan eksistensi diri, ada cara kain yang lebih elegan!
salam,
* istilah "anak ruhani" kupinjam dari istilah yang pernah digunakan muhidin m. dahlan.
gemerisik dipetik sang angin
dan hujan mewartakan kegelisahan
lirih desah pada tanah yang basah
___
sajak itu kutulis medio maret 2010. dan apa yang tertuang dalam larat-larat aksara yang merangkainya, anggap saja mewakili perasaanku ketika itu.
namun alangkah kagetnya waktu penggalan sajak, puisi, syair, atau apalah namanya itu, kutemukan lagi dua hari yang lalu. hanya saja kali ini aku merasa berbeda ketika berhadapan dengannya: tulisan itu diakui oleh orang lain! bukan atas namaku, tapi atas nama seorang kawan lama yang telah sekian putaran waktu tak kujumpa.
tentang apa maksud dan alasan dia melakukannya, entahlah! aku tak tahu. aku tak berhak menjawab. dan sama sekali tak ingin menjawab.
mungkin bagi dirinya, itu hanyalah deretan kata yang entah apa juga maknanya. bahkan mungkin sebagian orang tak menganggapnya bermakna.
meski begitu, ia tetaplah anak ruhani yang kulahirkan dari rahim perenungan jiwaku.
aku bukan siapa-siapa yang berhak menuntut. ya, tentu saja tak memiliki hak untuk menuntut. aku tak akan melakukannya. aku hanya ingin memaki. kurasa tak ada yang berkeberatan dengan hal itu.
kepada seorang kawan, jika ingin menunjukkan eksistensi diri, ada cara kain yang lebih elegan!
salam,
* istilah "anak ruhani" kupinjam dari istilah yang pernah digunakan muhidin m. dahlan.
Selasa, 20 April 2010
# mau apa coba?!
si***n!
satu kata itu yang ingin kuucapkan. tapi tenanglah. tak perlu marah. bukan aku bermaksud berkata kotor padamu. tak akan kumelakukannya. kuyakin kau tahu hal itu.
pun kalau sekarang sedikit emosional, ini sebatas ekspresi sesaat. aku manusia biasa. sangat biasa. dan karena biasa, aku juga berhak untuk melakukan apa-apa yang dilakukan orang. seperti sekarang ini; aku berhak memaki.
--toh aku juga tak sesarkas dirimu ketika kau dengan terang-terangan menolak kehadiran senja biru itu.
sekali lagi kukatakan, aku tak bemaksud kasar. toh definisi 'kasar' masih bisa diperdebatkan. mungkin menurutmu dan juga sebagian orang, tak selayakunya kuucapkan kata itu. sangat tidak elegan. hei, sebentar, elegan versi siapa?
mungkin kalau saat ini kumengucapkannya, itu karena aku suka. kalau aku sudah suka, mau apa coba?!
Minggu, 18 April 2010
malam datang terlalu dini _
"malam datang terlalu dini,"
sepenggal kalimat itu pernah kuucap beberapa waktu lalu. tak ada makna luar biasa. itu sekedar ekspresi betapa 'waktu' merupakan sebuah ancaman serius akan eksistensi di muka bumi ini.
betapa tidak?!
ia datang, melaju dengan begitu cepatnya. berhenti? sama sekali tidak. padahal kita membutuhkan jeda dalam rancang konstruktif ke-diri-an kita. kita memerlukan beberapa detik waktu anta untuk merenung untuk berpikir untuk merancang strategi meniti jalan kehidupan yang mungkin akan sangat terjal.
ia dengan sangat sadis menggilas apa saja yang tak berjalan seiring dengannya.
ia menggerus setiap renik masa lalu. menjadikannya sebatas memori. hanya itu.
sampai transkripsi ini kutulis, waktu menjadi semacam fobia yang terus menghantui setiap detik dan detak jantungku, dan mungkin juga sebagian kita.
sepenggal kalimat itu pernah kuucap beberapa waktu lalu. tak ada makna luar biasa. itu sekedar ekspresi betapa 'waktu' merupakan sebuah ancaman serius akan eksistensi di muka bumi ini.
betapa tidak?!
ia datang, melaju dengan begitu cepatnya. berhenti? sama sekali tidak. padahal kita membutuhkan jeda dalam rancang konstruktif ke-diri-an kita. kita memerlukan beberapa detik waktu anta untuk merenung untuk berpikir untuk merancang strategi meniti jalan kehidupan yang mungkin akan sangat terjal.
ia dengan sangat sadis menggilas apa saja yang tak berjalan seiring dengannya.
ia menggerus setiap renik masa lalu. menjadikannya sebatas memori. hanya itu.
sampai transkripsi ini kutulis, waktu menjadi semacam fobia yang terus menghantui setiap detik dan detak jantungku, dan mungkin juga sebagian kita.
Jumat, 02 April 2010
tak ada yang percaya pada senja biruku,,
sampai dengan detik ini, hanya dirimu yang percaya kalau senja berwarna biru itu memang ada.
kau tahu, berulang kali kuyakinkan mereka semua. tapi percuma. tak ada yang percaya. tak satupun. beberapa di antaranya malah sempat menuduhku sebagai orang gila. "jelas-jelas senja berwarna kemerahan," begitu katanya.
mereka berusaha keras menyadarkan, meyakinkan, bahkah memaksaku untuk mengatakan tak ada senja biru itu.
terang saja aku tak bersedia melakukannya. aku yakin. sangat yakin kalau senja biru itu benar adanya. bukankah itu juga yang kau rasakan? mereka tak akan mampu memaksaku. dan akhirnya aku juga tak ingin memaksa mereka agar percaya pada apa yang kulihat, kualami, dan yang kupercaya.
cukuplah aku dan dirimu. terima kasih. salam hormatku padamu,,
Kamis, 01 April 2010
gelisah hujan
rinduku mengalun pada daun
gemerisik dipetik sang angin
dan hujan mewartakan kegelisahan
lirih desah pada tanah yang basah
gemerisik dipetik sang angin
dan hujan mewartakan kegelisahan
lirih desah pada tanah yang basah
Langganan:
Postingan (Atom)