"Apakah akan kupaksa tangan ini menorehkan larat-larat aksara,
sedang hati dan pikiran tak menginginkannnya?

Jika demikian, apa bedanya diriku dengan mesin pencetak yang tak punya hati tak punya kehendak?"

Rabu, 27 Januari 2010

"belum ingin menyapamu"





langit dan bumi. dua entitas yang saling meng-harmoni. dan bahkan mungkin akan saling mengabadi. hubungan antar keduanya terjalin dengan sangat luar biasa. istimewa. nyaris sempurna.

namun semua menjadi hambar belaka manakala salah satu sudah merasa menghamba bagi salah satu yang lain. setelah sekian putaran waktu, bumi mengungkapkan keluh-kesahnya. ia merasa tak lagi dihargai. oleh langit. sahabat yang selama ini setia menemani saat pagi buta maupun ketika senja merangkum setiap detak kehidupan semesta.

selama ini bumi mencurahkan segenap perhatian pada langit. bahkan ketika langit dirundung kesedihan, bumi tak segan menghadiahkan bulan untuk menerangi hati sang langit yang sedang temaram.

bukan hanya itu. bumi pun dengan senang hati menampung segala curahan perasaan langit lewat hujan. baik ketika langit gembira dan menurunkan titik-titik air penghapus dahaga. ketika langit marah dan meluapkannya lewat sayatan kilat dan petir yang menggelegar. maupun ketika langit tersedu hingga meneteskan air mata pilu.

namun langit sama sekali tak peduli pada bumi. saat bumi haus akan air perhatian, langit tak mengacuhkan. saat bumi ingin berbagi perasaan, langit malah asyik bercengkerama dengan bulan dan bintang. dan saat bumi merasa hatinya gersang dan menginginkan hujan, langit berpaling dan tak menghiraukan.

kini bumi terkurung dalam jeruji dunianya sendiri dan sepi. ia ingin memaki, tapi langit tetap tak akan peduli.

bumi pun berujar, "sebaiknya kita akhiri hubungan yang aneh ini. aku belum ingin menyapamu, langitku. mungkin lain kali. atau malah tidak sama sekali."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar